Pentingnya Pemberdayaan Petani Ulat Sutra Eri untuk Penuhi Kebutuhan Industri Mode Berkelanjutan
Citra Narada Putri - Senin, 5 Juli 2021
Start Slideshow |7 Photos
Pandemi menjadi momen yang berat dihadapi oleh petani ulat sutra eri, yang menjadi salah satu penyuplai kain sutra organik untuk banyak pelaku usaha mode berkelanjutan. Padahal, para petani ulat sutera eri ini menerapkan proses yang ramah lingkungan.
Namun, saat ini ketersediaan serat sutra eri yang digunakan untuk menghasilkan benang campuran sebagai bahan utama untuk memproduksi kain tenun terancam hilang. Sejak pandemi melanda, jumlah petani berkurang hingga 90 persen. Hanya ada sekitar 20 petani yang masih bertahan.
“Dari 20 petani sutra yang bertahan saat ini, 50 persennya adalah petani perempuan yang merupakan Ibu Rumah Tangga,” papar Melie Indarto, founder KaIND, brand fashion lokal yang membina para petani ulat sutra eri di Pasuruan, Jawa Timur.
Ironisnya, stok sutra eri yang tersedia saat ini hanya sekitar 30-40 kilogram saja. Sementara itu, dibutuhkan 300 kilogram serat sutra eri untuk dapat menghasilkan benang pintal fabrikasi.
“Proses budidaya sutra eri ini sederhana. Para petani sutra tidak harus mempersiapkan semacam sterile chamber dengan biaya maintenance yang tinggi,” ujar Melie.
Para petani ulat sutra eri tinggal menggunakan ruang kosong di rumah mereka untuk dijadikan area budidaya dengan membuat rak kayu atau rak bambu sederhana.
“Kita tidak membunuh pupa selama proses budidaya. Proses perebusan kepompong untuk mendapatkan serat sutra dilakukan saat kepompong kosong,” tambahnya.
Sebelumnya, pupa sudah dikeluarkan dari kepompong sehingga masih bisa bermetamorfosis secara sempurna menjadi ngengat sutra.
“Proses budidaya seperti ini yang disebut organic silk atau peace silk. Ini sutra tanpa harus membunuh,” ujarnya lagi.